|
Puncak Gunung Puntang Malabar |
Ini adalah kisah petualanganku di tanah sunda ,
tepatnya di Bandung , Jawa Barat. Gunung gunung di Jawa Barat telah lama
menarik perhatianku sejak aku mulai bisa menggunakan internet. Yaaa…kegilaanku
akan mendaki gunung telah membuatku melewati batasan. Dari yang semula ingin
mendaki semua gunung di Jawa Tengah menjadi ingin mendaki seluruh gunung di
pulau Jawa. Dan setelah hampir semua gunung di Jawa Tengah telah aku kunjungi ,
aku mulai melirik gunung-gunung di jawa barat. Gunung Malabar , sebuah nama gunung
di Jawa Barat yang telah lama menarik perhatianku. Apalagi menurut literature
yang ku baca di website , jalur pendakian gunung ini melewati sebuah air terjun
yang indah. Kebetulan liburan akhir tahun telah tiba. Hampir 2 minggu liburan
Natal dan Tahun Baru yang kudapat dari perusahaanku. Kupikir ini adalah saat
yang tepat.Aku mulai mem-packing dan menyiapkan segala kebutuhan. Mulai dari
perlengkapan mendaki gunung , logistic , pakaian ganti , dan semua pernak
perniknya pun masuk ke tas carrier. Tak lupa aku berpamitan kepada orang tuaku.
Walau ibuku tampak keberatan dengan kepergianku kali ini tapi beliau akhirnya
memberikan restunya kepadaku. Aku pun langsung men-starter kendaraanku dan
langsung tancap ke solo untuk mendapatkan kereta api jurusan ke bandung. sebuah
cara termurah bagi seorang backpacker yang berpenghasilan pas pas-an seperti diriku untuk bisa mencapai
tempat-tempat jauh diujung pulau jawa.
Singkat cerita akupun sampai disolo dan menuju ke rumah
saudaraku untuk menitipkan sepeda motor. Setelah tertahan 1 hari karena
ketinggalan kereta api. Akupun berhasil mendapatkan tiket untuk ke bandung di
Stasiun Purwosari.
Setelah menunggu selama beberapa menit di temani
saudaraku , jam 19:00 kreta Kahuripan jurusan stasiun kiara condong pun tiba. Segera
aku pun berdesak-desakan dengan penumpang lain masuk ke kereta. Dan nasib apes
memang ; aku tak kebagian tempat duduk dan akhirnya berdiri sementara tas
carier yang ku bawa kuletakan di sampingku. Hahaha enjoy saja bung…namanya
kreta kelas ekonomi ya begini. Aku mulai berbaur dengan suasana kreta.Beberapa
teman bicara kudapatkan di kreta sehingga aku melewatkan malam di kreta dengan
obrolan dan candaan dari teman-teman baruku. Menjelang pagi kereta pun tiba di
Stasiun Kiara Condong. Setelah sholat subuh , aku pun mulai mencari informasi
mengenai angkutan menuju banjaran dari Kiara Condong. Setelah bertanya kesana
kemari , beberapa informasi aku dapat. Untuk menuju ke Banjaran ; dari Stasiun
Kiara Condong aku harus mencari angkot ke Cigalereng. Angkot ini banyak di
temui di sekitar stasiun dengan nomer rute 05. Selanjutnya dari Cigalereng baru
bisa mencari angkot menuju Banjaran.Tanpa membuang waktu langsung ku pacu
langkah kaki dan mencari angkot yang di maksud. Dan tanpa dicari , angkot ini
langsung kutemukan begitu aku keluar dari stasiun….hahaha beruntungnya diriku
ini…tanpa cap cip cus langsung saja aku naik angkot tersebut.
Singkat cerita , aku pun akhirnya tiba di cigalereng
dan tak berapa lama mendapat angkot ke Banjaran yang berwarna kuning.
Di angkot
ini aku coba menggali lagi informasi tentang gunung yang aku tuju melalui
penumpang lainnya. Tapi aneh , beberapa menjawab tidak tahu begitu aku tanyakan
tentang gunung Malabar. Bahkan sang sopir yang ku Tanya malah menunjukan
basecamp gunung lain ; Gunung Puntang. Nama yang sungguh aneh dan jarang
kudengar dari semua jajaran pegunungan di Jawa Barat dan memang menurut pak
sopir di basecamp gunung ini ada sebuah air terjun persis seperti informasi
yang kudapatkan di internet. Sekitar pukul 08:00 akupun tiba di Pasar Banjaran.
Di tempat ini aku pun mulai bertanya pada orang sekitar tentang gunung Malabar.
Tapi jawaban yang sama kembali kudapatkan yang intinya mengatakan bahwa Gunung
Puntang lah yang bisa di daki dan tentang gunung Malabar adanya di pangalengan…
|
Pemandangan sebelah utara gunung puntang...keren kan brooo?? |
Karena mempertimbangakan waktu yang telah siang , dan
nama Gunung Puntang pun begitu menarik…akupun memutuskan untuk ke gunung ini
dan mencoba meraih puncaknya. Begitu naik angkot menuju Gunung Puntang tak
berapa lama angkot tiba di desa terakhir dibawah base camp gunung Puntang.
Untuk menuju base camp ; Dari desa terakhir ini bisa dengan ojek atau jalan
kaki. Aku akhirnya memilih jalan kaki..disamping untuk pemanasan ; lumayan
ngirit ongkos dikiiiitttt…hehehe. Trek yang dilalui lumayan menanjak melewati
jalanan aspal dan areal ladang penduduk. Tetapi pemandangan yang ditawarkan
cukup keren brooo…dari jalanan, jajaran gunung – gunung di tanah sunda telah
mulai terlihat berpadu dengan hamparan sawah penduduk yang tampak menguning.
Setelah berjalan selama 30 menit dengan nafas
ngos-ngosan dan tubuh penuh keringat ; tiba juga di base camp. Langsung saja
aku check in atau ndaftarin diri untuk menuju puncak gunung puntang. Di Base
Camp ini aku disambut dengan ramah oleh para penjaga yang dilihat dari wataknya
yang rata-rata memiliki sifat slenkgekan dan easy going. Gak bakalan mati gaya
deh bicara sama akang- akang ini.Akang-akang ini sempat heran juga melihatku
sendirian mendaki gunung.Merekapun memberi tahu rute-rute yang harus aku lalui
untuk menuju puncak. Tak lupa akupun di beri nomer telepon base camp yang bisa
di hubungi kalau-kalau terjadi sesuatu. Tapi setelah mendaki baru aku tahu
nomer ini tak berguna…gimana mau ngehubungi wong sinyal aja gak ada…ahhh
toolllollll…..hahahaha
Setelah urusan administrasi dan perizinan selesai ;
tanpa membuang waktu langsung kuseret langkahku menaiki jalur menuju puncak.
Tak lupa aku mengambil persedian air minum sebelum mulai mendaki karena menurut
info dari akang penjaga tak akan di temui lagi mata air di sepanjang jalur
menuju ke puncak. Trek awal mulai menanjak melewati rimbunnya hutan campuran
kemudian mendatar mengitari sebuah bukit kecil. Tingginya rumput yang berada di
kanan dan kiri jalur sedikit membuatku kesulitan mengenali jalan
setapak.Terlebih jalan berupa tanah coklat yang licin sehabis hujan semalam
membuatku harus extra hati-hati meniti jalur pendakian.Karena di samping kanan
ku adalah jurang yang siap menerkamku bila aku sampai terjatuh.Jalur pun
berbelok kemudian turun melewati sebuah sungai kering kemudian menanjak kembali
melewati jalan setapak yang cukup lebar. Namun tak berapa puluh meter kemudian
jalur kembali menyempit dan berbelok ke kanan melewati jajaran hutan pinus
dengan kerapatan yang jarang. Dari sini jalur pun menanjak terus tanpa ada bonus
sedikitpun.Tak ada petunjuk arah satupun menuju ke puncak.Hanya terkadang
terdapat beberapa helai tali raffia yang di ikatkan di pohon.
Hampir 2 jam lebih aku bergumul dengan trek terjal di
Gunung Puntang ini. Kemudian jalur pun seolah menghilang di ujung bukit.Ku coba
mencari jalan setapak yang seperti menghilang…hanya terlihat bekas pepohonan
yang ambruk dan daun yang berserakan di ujung jalur yang menghilang entah ini
karena badai atau memang sengaja di tebang manusia.Tiba-tiba terdengar
sayub-sayub suara beberapa orang dari arah atas bukit. Akupun kegirangan karena
memang dari awal mendaki dari baseCamp belum aku temui satu-pun pendaki lain di
sepanjang jalur menuju puncak. Dengan mengikuti arah sumber suara ini , aku
kembali mencari jalan setapak yang menghilang. Dan usahaku ini pun
berhasil….rupanya jalan ini tertutup oleh pohon yang tumbang. Jalan setapak ini
memutar naik ke arah kanan menaiki salah satu punggung bukit dan berakhir di
pertigaan jalan. Di pertigaan jalan ini tak terdapat petunjuk jalan apapun
sehingga cukup membinggungkan. Dan bodohnya diriku karena tak memberi tanda
apapun di sini sehingga berakibat nanti pada saat aku turun gunung brooo…
|
tak pernah mati gaya walau mendung mengancam... |
Begitu jalur
telah di temukan , langsung saja aku pun
kembali menyusuri jalan setapak ini. Dari pertigaan jalur , jalan masih
menanjak. Tetapi setelah berjalan beberapa puluh meter , jalan setapak menjadi
landai melewati hutan dengan banyak batu besar berserakan di sepanjang jalur.
Di sini terdapat beberapa tempat datar untuk mendirikan tenda. Aku tahu ini
adalah salah satu pos pendakian di gunung ini.Tapi entah pos berapa dan dimana
aku pun tak tahu karena minimnya informasi dan tak ada papan petunjuk
apapun.Rimbunnya pepohonan di sini menampilkan kesan wingit dan angker. Di
tambah dengan suasana langit yang mulai gelap karena mendung membuat bulu kuduk
di tubuh ini menjadi merinding. Suatu tanda bahwa “aku tak sendiri “ di tempat
ini…ada penghuni lain di tempat ini…
Di tengah mencekamnya suasana , tiba-tiba terlihat 4
orang pendaki. Dari bahasa yang mereka gunakan aku bisa menebak kalau rombongan
ini adalah orang-orang sunda. Kamipun bertegur sapa. Dalam kesempatan ini , tak
kusia-siakan untuk menggali info lebih jauh tentang gunung ini. Dan menurut
kata aak-aak ini , gunung ini adalah Gunung Puntang sedang Gunung Malabar yang
aku cari berada di daerah Pangalengan. Dan dari posisiku sekarang ; puncak
hanya berjarak sekitar 20 – 30 menit perjalanan. Pucak berada setelah Pemancar
Radio. Ehhh…Pemancar Radio…nama yang unik ya, begitu pikirku penasaran. Kemudian
kami pun berpisah. Aku pun bergegas melanjutkan perjalanan karena kulihat
langit mulai tak bersahabat. Setelah berjalan menanjak berapa menit , tibalah
aku di sebuah tempat datar penuh dengan rerimbunan pepohonan. Disini terdapat
beberapa lantai , undak-undakan , dan saluran air yang terbuat dari beton.
Inilah yang di sebut dengan pemancar radio itu….
bangunan ini sudah tidak utuh
dan tertutupi oleh tumbuhan menjalar, beberapa tiang atap penyangga dari
bangunan ini terlihat telah runtuh. Mengingat bangunan ini adalah bangunan
bersejrah , kesan angker pun segera terasa di tempat ini. Kembali bulu kuduk ku
berdiri. Merasa tak nyaman aku pun segera meninggalkan tempat ini dan kembali
menyusuri track menanjak kembali. Tak butuh waktu lama , hanya 10 menit dari
pemancar radio aku pun tiba di puncak Gunung Puntang…perasaan sukacita ,
gembira , dan bahagia bercampur jadi satu. saat itu pukul 15:00 dan kabut sudah
mulai menutupi pemandangan. Jadi yang terlihat Cuma gambar putih saja. Angin
pun mulai kencang bertiup dan gerimis mulai turun.
|
rada gelap..background silver sunrise yang tertutup kabut... |
Aku tak bisa bersantai-santai dan harus mulai membuat
tempat berlindung. Segera kudirikan tenda di puncak Gunung Puntang ini walau
aku tahu sebenarnya cukup beresiko memasang dtenda di puncak yang berupa
dataran memanjang selebar 1 -1,5 meter dengan di apit jurang di kedua sisi
kanan dan kirinya. Tapi karena keinginku untuk menikmati pemandangan malam dan
pagi langsung dari puncak gunung ini ,pada akhirnya ku paksakan juga mendirikan
tenda di tempat sempit ini.
Setelah tenda berdiri , segera aku masuk ke dalam tenda
karena gerimis pun semakin lebat. Sebentar saja hujan pun turun dengan deras.
Angin pun bertiup kencang…berulang kali tenda ku meliuk ke kanan dan ke kiri tertiup angin badai yang kencang. Ini
wajar…karena posisiku di puncak benar benar tak terlindung apapun, bahkan satu
pohon pun tak ada. Di dalam tenda , suasana benar-benar seperti rumah yang
terkena gempa. Tenda dome berulang kali bergoyang tak karuan. Bahkan alas tenda
pun hampir-hampir terangkat kalau saja tak ada diriku di dalamnya…”waduh ini
mau bikin kopi gimana masak air panas saja pasti bahaya” pikirku dalam benak.
Terbersit juga kalau tiba tiba tebing tempat tendaku berdiri tiba- tiba
longsor. Semakin petang badai pun tak kunjung mereda..Karena suasana semakin
tak mendukung , aku pun memutuskan untuk memindah tenda ke tempat lain. Segera
saja semua barang aku masukan ke tas carrier…begitu keluar , tenda pun langsung
aku rubuhkan. Dan bersama frame tenda yang masih terpasang aku pun mengangkat
tenda ini memindahkan ke sebuah tempat lapang yang kuingat berada di bawah
lokasi puncak.
|
di sini neh akhirnya tenda ku dirikan... |
Setiba di lokasi yang ku maksud , frame tenda pun
kembali ku pasang. Tak butuh waktu lama , tenda pun telah berdiri kembali. Dan
di lokasi baru ini ternyata lebih terlindung dari angin karena posisinya yang
tertutupi oleh pohon tinggi dan semak belukar yang cukup tinggi.Suasana hangat
pun terasa di dalam tenda. Dan yang pasti tenda tak lagi bergoyang ke kanan dan
kekiri seperti sebelumnya. Aduuuhhh…akhirnya aku pun bisa bernafas lega…segera
saja kompor kurangkai dan kunyalakan untuk memasak air panas. Sambil menunggu
air mendidih , aku pun segera berwudhu dan menjalankan ibadah shalat maghrib.
Selesai shalat , air pun mendidih dan tak berapa lama segelas kopi dan sepiring
mie instan rebus tersaji di hadapanku…tunggu apa lagi brooo…sikat ajaaaa….perut
dah lapar sedari tadi….hehehe
Selepas makan malam , tak ada yang bisa di lakukan. Di
dalam tenda aku hanya bengong karena memang tak ada teman yang di ajak ngobrol.
Terlebih tak ada pendaki lainnya yang tampaknya datang ke puncak hari ini. Sehingga
secara otomatis tak ada tenda lain yang berdiri di samping tendaku…yaaaa aku
sendiri lagi temaaannn. Hahaha….tapi tak apa… kesunyian ini justru memberikan
kesempatan kepada diriku untuk merenung dan intropeksi diri…untuk memecah
suasana yang sepi ini music player dari HP pun kunyalakan. Tapi hanya berapa
putaran lagu , HP pun kumatikan karena takut batu batrey dari gadget ini habis.
Anda pastinya paham kan listrik untuk men-charge HP ini bila saja mati mustahil
di dapatkan di tengah rimba ini. Dan sekali lagi keheningan kembali menaungi
suasana tenda. Keheningan ini pun pecah oleh suara adzan isyak yang bersautan
di desa-desa dibawah gunung ini. Aku pun mengambil air wudhu untuk lekas menjalankan
ibadah shalat isyak. Selepas menjalankan shalat isyak kulanjutkan untuk membaca
surat yasin untuk membunuh waktu yang masih terasa lama menjelang pagi. Awalnya
aku merasa biasa –biasa saja dan nyaman –nyaman saja melantunkan ayat demi ayat
di dalam tenda. Namun tiba-tiba bulu kuduk ini berdiri…suasana tenda mendadak
menjadi horror…apa ini…pikirku ??sensasi yang sama yang kurasakan berulang kali
saat aku mulai naik ke puncak dari base camp. Aku tahu pasti bahwa ini
menandakan aku tak sendiri…ada makhluk lain yang berada di dekatku…mahkluk
kasat mata atau orang sering menyebutnya sebagi hantu…
Dan demi merasakan suasana yang berubah dratis ini ,
kuhentikan membaca ayat-ayat yasin dan menegok sekeliling tenda seluas 2
meter-an ini. Dan benar saja ketika ku amati salah satu sudut tenda , mataku
sekilas melihat bayangan putih..bayangan putih ini awalnya sangatlah samar…tapi
lama lama semakin jelas membentuk sosok tubuh manusia. Diujung bagian atas
bayangan ini tampak segaris warna hitam yang lama-lama membentuk kepala dengan
rambut yang panjang.Semakin jelas bayangan ini membentuk sosok wanita berbaju
terusan berwarna putih dengan rambut yang panjang. Kaget hatiku setengah
mati…degup jantungku berdetak dengan kencang. Inikah yang orang-orang bilang Kuntilanak???ketakutan
mengisi hatiku. Tapi sebagai seorang pendaki yang terbiasa naik turun gunung
sendiran , aku pun memberanikan diri menatap sosok ini. Dalam minimnya cahaya
senter di dalam tenda bisa kulihat makhluk halus ini tampak menundukkan
kepalanya.Seluruh rambutnya yang sepanjang pinggang jatuh kedepan menutupi
wajahnya. Makhluk ini hanya berdiri diam menungguiku…
“assalamualaikum….apa prlumu dating ke sini??” karena
makluk ini tak kunjung menghilang juga , aku pun memberanikan diri bertanya
maksud kedatangannya ke sini.
“akuuu..tak ikut kamuuuu yaaa…” walau tak jelas , suara
ini datangnya dari sosok kunti lanak ini….blaik neeehhh…apa maksud perkataan
mbak kunti ini. Aku naik gunung bukan maksud untuk mencari perewangan seperti
ini tapi kini ada sosok gaib yang ingin “ngintil” dan masuk kedalam
kehidupanku…bahaya nehhh…
“wah , jangan mbak…saya ini hanya orang biasa…buat apa
ikut saya….saya gak bisa memberikan apa-apa…lebih baik mbak tetap di sini deh…”
kataku halus takut menyinggung makhluk halus ini. Selanjutnya makhluk ini tak
kunjung hilang juga. Ia hanya berdiri diam di pojokan tenda. Takuuuttt…sudah
pasti kawan…tapi di pikir-pikir mau lari kemana aku…wong aku saja berada di
puncak gunung yang di kelilingi oleh rimba. Lagi pula suasana gerimis masih
menaungi di luar tenda. Jadi aku pun pada akhirnya tetap didalam tenda di
temani makhlukini…suasana yang semakin dingin pun memaksaku masuk kedalam
sleeping bag dan tanpa kusadari aku pun terlelap sejenak kemudian terjaga
lagi. Sewaktu kulirik sudut tenda di mana
mbak kunti ini tadi berada , makhluk ini sudah menghilang tak terlihat lagi.
Lega rasa hatiku…aku telah terbiasa mengalami hal-hal mistis selama beberapa
berkali-kali aku melakukan pendakian gunung. Tapi di tunggui oleh Kuntilanik ,
baru kali ini ku alami. Karena masih mengantuk aku pun kembali tidur di dalam
kehangatan sleeping bag.
Menjelang subuh diriku terbangun oleh suara alaram HP
yang telah kusetel sebelumnya.Mata ini masih sulit ku buka.Tapi ku paksakan
untuk bangkit dari tidurku. Segera aku merebus air untuk mebuat kopi guna
mengusir rasa kantuk. Hujan di luar tenda telah berhenti. Aku pun keluar tenda
sebentar melirik keadaan sekitar. Tak ada satu pun tenda yang berdiri di
samping kanan dan kiri tendaku. Aku benar benar sendiri dari tadi malam…ohhh
wellll…tak apalah…hahaha….
|
masak di dalam tenda aja...soal-e anginnya kencang... |
Sesaat kemudian suara adzan shubuh menggema di sekitar
gunung ini. Suasana sejenak menjadi ramai oleh suara muadzin yang bersautan di
bawah sana. Aku pun segera melaksanakan
ibadah sholat shubuh. Seusai sholat shubuh , kompor pun kurakit dan tak berapa
lama api pun menyala dengan sebuah panci berisi air di atasnya. Begitu air
mendidih , aku pun kemudian menyeduh segelas kopi. “sruuuuptttt” suara ku
menyeruput segelas kopi terdengar membahana di dalam tenda…nikmaaatt boyyy…sensasi
minum segelas kopi di dinginnya udara pagi di puncak gunung memang tak
tergantikan di manapun…..suasana di luar tenda pun mulai beranjak terang.
Rupanya moment Sunrise akan segera terjadi beberapa saat lagi….buru-buru aku
keluar tenda…suasana di luar pun begitu segar.Walau tak hujan tapi angin masih
bertiup kencang.Namun tampaknya aku pun harus kecewa karena langit tertutupi
oleh awan mendung sehingga sunrise yang kunanti-nanti pun tak terlihat di kaki
langit ufuk timur. Hanya sebaris awan putih kemerah-merahan tampak memenuhi
langit. Tapi pemandangan jajaran pegunungan tanah pesundan tampak menghiasi
pemandangan di sebelah timur. Mulai Gunung Cikuray , Gunung Papandanyan ,
Gunung Guntur , dan Gunung Patuha
terlihat di kejauhan menyembulkan puncaknya. Sementara di sebelah barat
kota Pangalengan terlihat jajaran bangunan-bangunan rumah penduduk yang
terlihat kecil. Sejenak kunikmati suasana pagi di puncak gunung ini. Namun beberapa
saat kemudian kabut datang menutupi seluruh pemandangan…
|
pemandangan sebelah selatan puncak Gunung Puntang..tuh deretan gunung di tanah sunda kelihatan semua... |
suasana pun berubah
menjadi gelap kembali…bukan pertanda yang baik neh , begitu pikirku…buru- buru
aku kembali ke tenda dan segera menyiapkan sarapan pagi. Setelah sarapan pagi
selesai , tenda segera ku bongkar , semua barang ku packing kembali k etas
carrier….intiusiku mengatakan untuk segera turun dari gunung ini melihat
kondisi cuaca yang mendadak berubah dengan cepat…aku tak mau lagi terjebak oleh
badai di gunung ini walaupun hanya semalam…pengalaman semalam di kunjungi oleh
mbak kunti masih membekas dalam ingatan…sooo… begitu semua barang telah masuk
ke tas carrier …aku pun langsung berjalan menuruni bukit…
Nah ini yang aneh…setelah melewati pemancar radio ,
harusnya aku tiba di pertigaan jalan yang membawaku ke jalur sebelumnya. Tapi
pertigaan jalan ini seolah raib tak berbekas. Aku tahu pasti letak pertigaan
ini berada antara punggung bukit dan hutan.Namun begitu aku melihat hutan dari
atas bukit tak kulihat pertigaan jalan yang kulewati ketika aku naik. Di sana
hanya terlihat 1 jalur lurus ke bawah. Kerana tak yakin dengan jalur ini , aku
pun mencoba kembali mendaki mencari pertigaan jalan ini , tapi tetap saja tak
kutemukan. Karena merasa lelah , aku pun menyerah dan memutuskan untuk
mengikuti jalur lurus ke bawah. Aku merasa sedikit yakin dengan jalan ini
karena saat mencari pertigaan jalan yang ku maksud , aku sempat mendengar suara
beberapa orang lelaki di ikuti oleh suara gonggongan anjing. Tak beberapa lama
kemudian ku lihat seekor anjing berwarna hitam berdiri di bawah bukit nun jauh
di sana.
Aku pun mengikuti satu- satunya jalan yang terlihat ini
sambil memperhatikan tiap jejak yang ada. Awalnya jalan ini terlihat meyakinkan
dan jelas.Beberapa sampah plastic pun terlihat masih baru. Namun semakin ke
bawah jalan semakin tak meyakinkan. Jalan setapak seperti masih baru dan tak
terlihat pernah di injak oleh manusia. Begitu juga rumput dan ranting di
sekitar jalan ini tidak ada yang kusut dan patah. Sampah plastic pun semakin
sedikit ku temukan. Meski pun ada sekalipun sampah plastic yang kutemui
kebanyakan telah berubah warna yang menndakan sampah ini telah lama-lama sekali
di tinggalkan oleh pemiliknya.Tanda- tanda yang jelas kalau jalan ini tak
pernah di lalui oleh manusia. Kecurigaanku benar….aku tersesat…
|
kiri:kebingungan mencari jalur yang menghilang kanan: kondisi cuaca yang mulai mendung dan berkabut |
|
|
|
Dan benar saja…setelah berjalan beberapa saat , jalan
setapak pun terputus oleh longsor di kanan dan kiri jalur. Hanya tersisa jalan
selebar sekitar 50 cm dengan kanan dan kiri jalan adalah jurang menganga..bisa
kamu bayangin kan bro betapa sempinya jalan ini. Ini mau di teruskan kok jalan
semakin parah. Mau kembali kok rasanya capek dan bayangan mendung hujan semakin
terlihat. Antara 2 pilihan ini membuatku bingung sehingga aku pun berhenti
cukup lama untuk memutuskan yang terbaik yang bisa di lakukan saat ini.
Tiba- tiba entah dari mana terdengar suara orang berbicara
dari arah bawah. Hal ini membuyarkan lamunanaku dan memberi sedikit harapan
untuk terus turun mengikuti jalan yang terlihat semakin parah. Yaaa….aku pun
akhirnya melibas jalan yang longsor ini… ini kulakukan dengan dasar
pertimbangan: pertama, dari tempatku berdiri dibawah lereng dimana jalan
setapak ini menuju ; terlihat sebuah desa. Kedua : fakta dari jalan setapak ini
ada hingga menembus sampai kepuncak menandakan bahwa jalur ini memang pernah di
lewati manusia , namun adanya indikasi sampah plastik yang sedikit dan telah
lama ; menandakan pula jalur ini memang jarang di lewati. Ketiga :suara manusia
yang berulang kali ku dengar posisiku tidak lah jauh dari pemukiman penduduk
walaupun aku tahu ada kemungkinan juga ini bukan suara manusia , namun suara
makhluk gaib yang sengaja membuatku tersesat dari awal. Memang ini semacam
gambling , tapi aku tak punya pilihan …
Dengan hati hati aku pun meniti jalan longsor ini dan
berhasil sampai ke seberang….tapi berakhirkah rintangan ini…ternyata tidak
kawan…karena berjalan turun ke bawah beberapa meter kemudian ; jalan setapak
menghilang di antara rumput setinggi dada manusia dewasa. Sebenarnya jalan
setapak ini tidaklah menghilang tapi lebih tepat bila di sebut tertutupi. Ya
sudah karena aku sudah terlanjur mengikuti jalur ini , akhirnya aku pun
menyibak rerumputan tinggi ini dan berusaha mencari jalan setapak yang
tertutupi ini. Kelihatannya mudah ya?Salah kawan…gak semudah yang di kira. Karena
jalan yang tertutupi rumput tinggi ini , kondisi tanah menjadi lembab dan
basah. Bahkan di beberapa jalan , tanah yang ku injak memiliki kondisi yang
gembur sehingga bisa di pastikan bagaimana licinnya jalur.Aduhhh…dan ini…sandal
gunung yang ku pakai malah ikut ikutan sobek sehingga tidak nyaman lagi untuk
di pakai. Alhasil sandal gunung yang ku pakai pun akhirnya ku lepas dan aku
berjalan dengan bertelanjang kaki….benar-benar dehhhh…
Selain harus mencari jalan setapak di tinggi dan
lebat-nya rumput , aku pun harus memastikan jalan ini tidak mengarah ke jurang
atau lembah yang akan membuatku semakin jauh tersesat. Cukup lama aku bergumul
dengan jalan ini…entah berapa lama aku berjalan , tapi akhirnya jalan ini pun
berakhir di sebuah hutan yang di tumbuhi oleh tumbuhan asam jawa atau lamtoro
dalam bahasa jawa.
|
kelelahan setelah kesasar sampai sampai sandal gunung pun ikut jebat...akhirnya nyeker deh broo.... |
Di hutan lamtoro ini jalan setapak yang cukup lebar mulai
terlihat. Beberapa potong kayu dari batang pohon ini terlihat telah terikat di
beberapa sudut jalan setapak ini. Sebuah bukti bahwa hutan lamtoro ini sering
di kunjungi manusia dan pastilah dekat dengan pemukiman.
Perkiraanpun tidak salah...karena berjalan dari hutan
lamtoro ini kurang dari 1 km kemudian , kutemukan sebuah desa yang cukup
padat...aku pun bisa bernafas lega karena bisa kembali ke peradaban setelah
beberapa jam tersesat dan hampir saja mati tak ditemukan...rasa penasaran akan
seberapa jauh aku tersesat pun memenuhi kepalaku...sehingga di salah satu
warung aku sengaja berhenti untuk bertanya dan membeli sejumlah makanan kecil
untuk mengganjal perut.
"Ini desa dago ak , kalo desa banjaran ada disono
tuh jauh dari sini.." jawaban dari teteh ini tidak membuatku
puas...sooo...aku ceritakan bagaimana asal mulanya aku terdampar di desa ini..
"Sini dulu memang sering dijadikan jalur untuk
mendaki ak...tapi itu dulu lho...sekarang mah udah jarang...paling juga
penduduk sini juga yang pakai jalan ini menuju puncak...dulunya sih waktu
ramai-ramainya musim pendakian , banyak cerita pendaki yang suka di
ganggu...bahkan di bikin kesasar sampai berhari-hari..aak beruntung lho gak
sampai setangah hari udah ketemu jalan ke desa ini....salah aak juga sih...mau
di ikuti ma penunggu gunung ini tak mau , akhirnya di bikin kesasar deh
...hihihi..." sambil tertawa kecil
teteh pemilik warung ini pun menyudahi penjelasannya yang cukup panjang....dan
mendengar kalimat terakhir dari pemilik warung ini aku pun kembali teringat dan
tersadar bahwa banyak memang kejadian aneh yang kualami di gunung ini. Mulai
dari penampakan mbak kunti yang ingin mengikuti di malam hari. Dan esoknya saat
turun , pertigaan jalan yang ku cari yang awalnya terlihat jelas waktu naik raib
, menghilang tak berbekas. Kemudian suara manusia yang berulang kali ku dengar
tapi tak pernah kulihat manusianya. Seolah suara ini menuntunku untuk mengikuti
jalur ini agar tersesat semakin jauh. Dan juga anjing berwarna hitam legam yang
sempat memperlihatkan diri sewaktu aku tersesat. Anjing ini muncul saat suara
manusia yang kudengar menghilang...tapi selama aku turun gunung dan tersesat
tak ku jumpai anjing ini dan pemiliknya padahal jarak anjing ini dan diriku tak
terlalu jauh...entah ini anjing setan atau bukan...hanya tuhan yang tahu...yang
jelas aku cukup bersyukur masih di lindungi dan di beri keselamatan...
Sungguh pengalaman di gunung yang benar-benar tak
terlupakan...pada akhirnya aku pun kembali ke Banjaran untuk melanjutkan
perjalanan ke salah satu tempat yang cukup terkenal di Bandung Selatan , Kawah
Putih…tapi bukan tempat ini tujuan utamaku , melainkan sebuah gunung yang terletak
tak jauh dari kawah Putih , Gunung Patuha….